Yang Bisa Diubah, Yang Tak Bisa Diubah

Ada kalimat bijak yang menarik di sini, atau mungkin lebih tepatnya adalah sebuah doa dengan kata-kata yang indah. Berikut kalimatnya:

Tuhan,
Berilah aku keikhlasan untuk menerima yang tak bisa diubah
Berilah aku keberanian untuk mengubah yang bisa diubah
Dan berilah aku kebijaksanaan untuk melihat perbedaan di antara keduanya

Apakah yang tak bisa diubah itu? Apakah yang bisa diubah itu?

Kalimat ini sangat menarik hati saya dan saya ketahui pertama kali ketika mendengarkan kotbah di gereja. Setelah saya coba cari di internet, ternyata kalimat ini sudah cukup banyak yang mengenalnya. Mungkin pembaca sekalian sudah lebih dulu dengar daripada saya. Ya, sekali lagi, kalimat ini sangat menarik bagi saya, sehingga saya benar-benar memasukkannya ke dalam doa saya sehari-hari.

Ada tiga hal yang diajarkan dari kalimat bijak tersebut. Pertama, kita diajarkan untuk ikhlas menerima hal-hal yang tidak bisa diubah. Apakah maksud dari hal yang tak bisa diubah itu takdir? Entahlah. Tapi saya bukan termasuk orang yang setuju kalau kita menerima dan menyerah begitu saja pada takdir. Menurut saya, maksud sesuatu yang tidak bisa diubah ini adalah yang sudah Tuhan tentukan untuk kita pada suatu waktu. Misalnya, ketika kita gagal pada sebuah kompetisi. Jika memang tidak ada keganjilan pada keputusan tersebut, maka kita harus mengakui kekalahan tersebut. Kita tidak perlu berlarut-larut dalam kesedihan atau lebih buruk lagi marah-marah dan menyalahkan siapa saja.

Kedua, kita diajarkan untuk berani bertindak mengubah sesuatu yang kurang menjadi lebih baik. Sering kali kita dihadapkan ketakutan untuk mengubah sesuatu, atau kita terlalu menikmati kesedihan sehingga kita lupa untuk mengubah hal yang membuat kita sedih. Jika kembali pada contoh tadi, setelah ikhlas akan kekalahan yang ada, kita diharapkan berani mengubah/meningkatkan kualitas diri kita sehingga memiliki kesempatan lebih besar pada kompetisi tersebut. Banyak orang yang menyerah setelah mengalami kekalahan. Poin kedua mengajarkan kita untuk tidak seperti itu.

Yang terakhir, kita diajarkan untuk lebih peka dan membuka diri pada kehidupan. Sering kali permasalahan hidup tidak sesederhana menang atau kalah dalam kompetisi. Saya juga menyadari bahwa permasalahan hidup ini terkadang begitu samar sehingga kita tidak cukup mudah memahami kapan kita harus mengikhlaskan dan kapan harus menggunakan segenap keberanian. Untuk itulah, kita perlu menambah pengalaman hidup kita agar kebijaksanaan itu pun bertambah dalam diri kita. Dan semakin mendekatkan diri pada Tuhan agar kita tidak tersesat pada kebimbangan kita.

Itu menurut saya. Sekali lagi, kalimat ini sangat menarik sehingga saya kehabisan kata untuk memaknainya. Apakah pembaca sekalian memiliki pandangan yang berbeda? Bagaimana menurut kalian tentang kalimat bijak ini? Saya sangat ingin semakin memahami artinya.

Diterbitkan oleh

Lambertus Hermawan

Saya menyukai kegiatan menulis sejak kecil. Namun, hingga saat ini, saya masih berusaha keras untuk dapat menulis dengan baik dan benar. Saya juga suka membaca. Namun, sampai detik ini, saya masih berjuang untuk menjadikannya kebiasaan.

4 tanggapan untuk “Yang Bisa Diubah, Yang Tak Bisa Diubah”

  1. Sucks that ,I never received a destiny can be changed or not, I’m just going to ask ,Can you replace my brain with albert einstein’s brain?

    Lambertus said:
    Nope. I’m not a surgeon.

    Suka

  2. menurut saya.. takdir dan nasib sesusungguhnya dapat kita ubah dengan jalan damai dan ikhlas… jika kita gagal bukan berarti cukup sampai disitu…bukankah “kegagalan awal keberhsilan” IMHO 🙂

    Lambertus said:
    That’s right mas bro

    Suka

Tinggalkan Balasan ke Gogo Batalkan balasan

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.